STKIP PGRI BKL– Program studi Pendidikan Matematika STKIP Bangkalan berhasil menambah seorang doktor Pendidikan Matematika setelah salah satu dosennya, Didik Hermanto dikukuhkan sebagai doktor pada ujian terbuka program doktor Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada tanggal 7 Juli 2020. Dalam ujian terbuka tersebut, Didik diuji secara luring dan daring oleh beberapa pakar di bidang Pendidikan dan matematika, yaitu: Prof. Ketut Budayasa, Ph.D. ; Prof. Siti M. Amin, M.Pd. ; Prof. YL. Sukestiyarno, M.S., Ph.D. ; Dr. Edy Mintarto, M.Kes. ; Dr. Agung Lukito, M.S. ; Dr. Siti Khabibah, M.Pd. ; dan Rooselyna Ekawati, Ph.D.

Ketika ditemui di ruang kerjanya (8/7/2020), Didik Hermanto yang saat ini menjabat sebagai Ketua STKIP PGRI Bangkalan memaparkan bahwa disertasinya yang berjudul “Proses Berpikir Relasional Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Kontekstual Berdasarkan Perbedaan Tingkat Efikasi Diri dan Gender” tersebut didasari oleh pemahamannya bahwa hakekat lahirnya ilmu pengetahuan dapat terjadi Ketika seseorang memperoleh suatu informasi kemudian merelasikan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga terbentuklah pengetahuan baru dalam diri seseorang tersebut. Penelitian disertasinya tersebut bertujuan mendeskripsikan proses berpikir relasional siswa SMP dalam menyelesaikan masalah matematika kontekstual yang ditinjau dari perbedaan tingkat efikasi diri (tinggi dan rendah) dan perbedaan gender (laki-laki maskulin dan perempuan feminim).  

Selanjutnya Didik mepaparkan hasil penelitiannya bahwa, dalam menyelesaikan masalah matematika kontekstual, siswa laki-laki maskulin lebih banyak menggunakan cara berpikir relasional dari pada siswa perempuan feminim. Hal tersebut dibuktikan bahwa dari tiga pertanyaan yang diberikan, siswa laki-laki maskulin dengan efikasi diri rendah menyelesaikan semua pertanyaan tersebut dengan cara relasional dan siswa laki-laki maskulin dengan efikasi diri tinggi menyelesaikan dua pertanyaan dengan cara relasional dan satu pertanyaan dengan cara komputasional. Siswa perempuan feminim dengan efikasi diri rendah menyelesaikan satu pertanyaan menggunakan cara relasional dan dua pertanyaan dengan cara komputasional, sedangkan siswa perempuan feminim dengan efikasi diri tinggi menyelesaikan dua pertanyaan menggunakan cara relasional dan satu pertanyaan dengan cara komputasional. Perbedaan mendasar proses berpikir relasional muncul pada siswa laki-laki maskulin. Siswa laki-laki maskulin dengan efikasi diri tinggi cenderung menggunakan keyakinannya pada pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sehingga ketika menghadapi suatu masalah, siswa cenderung mengaitkan setiap permasalahan dengan pengetahuan sebelumnya tentang prosedur rutin penyelesaian masalah. Sedangkan siswa laki-laki maskulin dengan efikasi diri rendah terlihat ragu dalam menjawab setiap pertanyaan dan tidak berupaya mengaitkan dengan pengalaman/pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, akan tetapi tetap fokus berupaya mengaitkan setiap unsur-unsur yang termuat pada setiap objek sehingga langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan cenderung menggunakan relasi-relasi antar objek yang dihadapi.

Berdasarkan hasil penelitian disertasi yang dipromotori oleh Prof. Ketut Budayasa dan dikopromotori oleh Dr. Agung Lukito, M.S tersebut, disarankan perlu adanya pengembangan suatu pembelajaran berbasis berpikir relasional yang dapat memfasilitasi semua siswa dengan tingkat efikasi diri maupun gender yang berbeda dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah khususnya masalah yang bersifat kontekstual. Sebagai contoh adalah pembelajaran mandiri menggunakan modul yang memuat aspek pemahaman, pengulangan dan pengayakan atau pemberian perlakuan yang berbeda berupa penguatan bagi siswa yang memerlukan melalui jejaring sosial, dan kami siap memperjuangkan, pungkasnya. (*)